Spanyol, Calon Raja Sejati Benua Eropa
OLOAN JM CLEAN HARD. S
15110280
2KA 30
Sejarah baru sepakbola Eropa bisa saja terjadi pada awal bulan Juli nanti. Spanyol sukses melangkah ke final Piala Eropa 2012 dan membuka peluang jadi negara pertama yang sukses mempertahankan mahkota juara Eropa.
Kesempatan yang ada di tangan Spanyol saat ini merupakan sebuah kejadian langka. Sepanjang sejarah kejuaraan Piala Eropa sejak bergulir pertama kali tahun 1960, belum ada satu pun negara yang berhasil mempertahankan gelar mereka pada edisi selanjutnya.
Langkah Spanyol ke final juga terhitung spesial. Sampai saat ini tercatat hanya satu kali saja kejadian itu terjadi sebelumnya. Pada tahun 1972, Jerman Barat berhasil menjadi juara lalu kembali jadi finalis empat tahun kemudian, sebelum dikalahkan Cekoslovakia.
Bagi Spanyol, jika berhasil kembali jadi kampiun maka mereka akan menyamai pencapaian Jerman yang sudah tiga kali jadi juara Eropa. Sebelumnya Spanyol juara pada tahun 1964 serta 2008.
Performa fantastis Spanyol selama kualifikasi, ditambah embel-embel status juara dunia, membuat 'Tim Matador' tetap dijagokan sebagai favorit juara sebelum turnamen ini berlangsung.
Kehilangan dua pilar utama pun dianggap tidak akan mengurangi kualitas Spanyol. David Villa dinilai masih bisa digantikan oleh Fernando Torres atau Cesc Fabregas, sedangkan posisi Carles Puyol masih bisa diisi oleh Sergio Ramos.
Jalan Berlubang Menuju Sejarah
Namun, perjalanan Spanyol menuju partai final ternyata tidak semulus perkiraan. Bergabung dengan Grup C, 'La Roja' harus puas bermain imbang pada laga pertama melawan Italia.
Beruntung, anak asuh Vicente Del Bosque mampu lolos ke perempat-final usai membungkam Republik Irlandia 4-0 lalu menang 1-0 atas Kroasia lewat gol telat Jesus Navas.
Pada babak delapan besar, Spanyol ditantang oleh salah satu tim muda yang dijagokan jadi kuda hitam, Prancis. Memiliki amunisi top macam Karim Benzema, Samir Nasri dan Laurent Cabaye, 'Les Bleus' berambisi menghentikan langkah Spanyol.
Namun pasukan Laurent Blanc itu masih belum bisa membendung determinasi Spanyol saat itu yang dipimpin oleh Xabi Alonso. Dua gol punggawa Real Madrid itu membuat Prancis harus berkemas lebih cepat.
Status favorit buat Spanyol mulai luntur memasuki babak semifinal. Performa menawan Cristiano Ronaldo membuat Portugal sedikit dijagokan. Faktor tersebut ditambah tekanan historis sepertinya sedikit mempengaruhi penampilan Spanyol di semifinal.
Skema 'tiki-taka' yang mereka andalkan mandek. Operan-operan pendek yang mereka andalkan sering salah arah, tusukan-tusukan dari lini kedua pun sering tidak berjalan. Berbekal pertahanan solid, 'Seleccao' tampil lebih dominan sepanjang 90 menit awal.
Namun, memasuki babak tambahan mental juara Spanyol muncul. Meski terus ditekan, perlahan 'La Roja' mengambil alih alur pertandingan dan mulai balik menciptakan berbagai peluang.
"Portugal memang lebih superior dalam posisi bertahan. Kami tidak terlalu banyak membuat peluang, jadi tadi cukup berimbang," ujar Vicente Del Bosque usai laga, seperti dilansir UEFA.com.
Pada babak drama adu penalti, lagi-lagi mental juara Spanyol berbicara. Setelah Xabi Alonso gagal menunaikan tugasnya, Andres Iniesta, Gerard Pique dan Sergio Ramos berhasil memperpanjang nafas sang juara bertahan.
Beruntung, penendang keempat Portugal, Bruno Alves, gagal. Tendangan Cesc Fabregas pun membawa Spanyol ke partai puncak. Del Bosque menganggap timnya masih berada dalam dekapan dewi fortuna.
"Pada perpanjangan waktu, semuanya sedikit berbeda, dan kami mendapatkan keberuntungan lebih banyak saat adu penalti. Saya ingin memberikan selamat pada Portugal karena menjalani turnamen yang luar biasa, tapi kami lebih beruntung kali ini," lanjut sang entrenador.
Lunturnya Superioritas 'Tiki-taka'
Pada awal bergulirnya Piala Eropa 2012 ini muncul anggapan bahwa sudah ditemukannya antithesis skema 'tiki-taka' Spanyol, di mana Xavi Hernandez menjadi motor utama dengan dibantu rekan setimnya di tim asal Catalonia, Andres Iniesta.
Permainan defensif ketat yang dipadu determinasi tinggi berhasil membuat Italia mencuri satu poin pada fase grup, sekarang Portugal juga berhasil melakukan hal serupa, meski hasil akhirnya berbeda.
Sepanjang 2008 sampai 2010, permainan umpan-umpan pendek yang dipadu dengan pergerakan dari belakang pemain lain itu berhasil menghadiahi Spanyol dua gelar besar. Namun saat ini gaya bermain yang menguasai sebagian besar possession itu mulai dianggap membosankan.
Spanyol kerap terlalu lama memainkan bola di lini tengah dan jarang membuat peluang berbahaya. Apalagi dalam Piala Eropa kali ini Del Bosque kadang menurunkan formasi tanpa penyerang murni.
Tudingan bahwa saat ini Spanyol sudah tidak garang dan lebih fokus pada pertahanan muncul. Donbass Arena bahkan sempat dipenuhi siulan setiap Spanyol memegang bola. Tapi hal tersebut langsung dibantah, meski menilai solidnya lini belakang mereka bisa jadi kunci sukses di Polandia-Ukraina.
"Kami tidak ingin hanya bertahan, kami juga ingin menyerang. Tentu saja, pertahanan kami berkembang dan itu terjadi berkat karakteristik para pemain. Kami sangat senang dengan hal tersebu dan itu akan membantu kami meraih sukses selanjutnya," jawab Del Bosque.
Dengan hasil ini berarti Spanyol menunggu pemenang antara Jerman melawan Italia yang baru akan digelar hari Kamis, 28 Juni 2012 atau Jumat dini hari WIB di National Stadium Warsawa. Laga final sendiri akan digelar pada 1 Juli 2012 di Kiev. Berhasilkan Spanyol jadi juara sejati benua Eropa? Kita tunggu saja. (sj)
Kesempatan yang ada di tangan Spanyol saat ini merupakan sebuah kejadian langka. Sepanjang sejarah kejuaraan Piala Eropa sejak bergulir pertama kali tahun 1960, belum ada satu pun negara yang berhasil mempertahankan gelar mereka pada edisi selanjutnya.
Langkah Spanyol ke final juga terhitung spesial. Sampai saat ini tercatat hanya satu kali saja kejadian itu terjadi sebelumnya. Pada tahun 1972, Jerman Barat berhasil menjadi juara lalu kembali jadi finalis empat tahun kemudian, sebelum dikalahkan Cekoslovakia.
Bagi Spanyol, jika berhasil kembali jadi kampiun maka mereka akan menyamai pencapaian Jerman yang sudah tiga kali jadi juara Eropa. Sebelumnya Spanyol juara pada tahun 1964 serta 2008.
Performa fantastis Spanyol selama kualifikasi, ditambah embel-embel status juara dunia, membuat 'Tim Matador' tetap dijagokan sebagai favorit juara sebelum turnamen ini berlangsung.
Kehilangan dua pilar utama pun dianggap tidak akan mengurangi kualitas Spanyol. David Villa dinilai masih bisa digantikan oleh Fernando Torres atau Cesc Fabregas, sedangkan posisi Carles Puyol masih bisa diisi oleh Sergio Ramos.
Jalan Berlubang Menuju Sejarah
Namun, perjalanan Spanyol menuju partai final ternyata tidak semulus perkiraan. Bergabung dengan Grup C, 'La Roja' harus puas bermain imbang pada laga pertama melawan Italia.
Beruntung, anak asuh Vicente Del Bosque mampu lolos ke perempat-final usai membungkam Republik Irlandia 4-0 lalu menang 1-0 atas Kroasia lewat gol telat Jesus Navas.
Pada babak delapan besar, Spanyol ditantang oleh salah satu tim muda yang dijagokan jadi kuda hitam, Prancis. Memiliki amunisi top macam Karim Benzema, Samir Nasri dan Laurent Cabaye, 'Les Bleus' berambisi menghentikan langkah Spanyol.
Namun pasukan Laurent Blanc itu masih belum bisa membendung determinasi Spanyol saat itu yang dipimpin oleh Xabi Alonso. Dua gol punggawa Real Madrid itu membuat Prancis harus berkemas lebih cepat.
Status favorit buat Spanyol mulai luntur memasuki babak semifinal. Performa menawan Cristiano Ronaldo membuat Portugal sedikit dijagokan. Faktor tersebut ditambah tekanan historis sepertinya sedikit mempengaruhi penampilan Spanyol di semifinal.
Skema 'tiki-taka' yang mereka andalkan mandek. Operan-operan pendek yang mereka andalkan sering salah arah, tusukan-tusukan dari lini kedua pun sering tidak berjalan. Berbekal pertahanan solid, 'Seleccao' tampil lebih dominan sepanjang 90 menit awal.
Namun, memasuki babak tambahan mental juara Spanyol muncul. Meski terus ditekan, perlahan 'La Roja' mengambil alih alur pertandingan dan mulai balik menciptakan berbagai peluang.
"Portugal memang lebih superior dalam posisi bertahan. Kami tidak terlalu banyak membuat peluang, jadi tadi cukup berimbang," ujar Vicente Del Bosque usai laga, seperti dilansir UEFA.com.
Pada babak drama adu penalti, lagi-lagi mental juara Spanyol berbicara. Setelah Xabi Alonso gagal menunaikan tugasnya, Andres Iniesta, Gerard Pique dan Sergio Ramos berhasil memperpanjang nafas sang juara bertahan.
Beruntung, penendang keempat Portugal, Bruno Alves, gagal. Tendangan Cesc Fabregas pun membawa Spanyol ke partai puncak. Del Bosque menganggap timnya masih berada dalam dekapan dewi fortuna.
"Pada perpanjangan waktu, semuanya sedikit berbeda, dan kami mendapatkan keberuntungan lebih banyak saat adu penalti. Saya ingin memberikan selamat pada Portugal karena menjalani turnamen yang luar biasa, tapi kami lebih beruntung kali ini," lanjut sang entrenador.
Lunturnya Superioritas 'Tiki-taka'
Pada awal bergulirnya Piala Eropa 2012 ini muncul anggapan bahwa sudah ditemukannya antithesis skema 'tiki-taka' Spanyol, di mana Xavi Hernandez menjadi motor utama dengan dibantu rekan setimnya di tim asal Catalonia, Andres Iniesta.
Permainan defensif ketat yang dipadu determinasi tinggi berhasil membuat Italia mencuri satu poin pada fase grup, sekarang Portugal juga berhasil melakukan hal serupa, meski hasil akhirnya berbeda.
Sepanjang 2008 sampai 2010, permainan umpan-umpan pendek yang dipadu dengan pergerakan dari belakang pemain lain itu berhasil menghadiahi Spanyol dua gelar besar. Namun saat ini gaya bermain yang menguasai sebagian besar possession itu mulai dianggap membosankan.
Spanyol kerap terlalu lama memainkan bola di lini tengah dan jarang membuat peluang berbahaya. Apalagi dalam Piala Eropa kali ini Del Bosque kadang menurunkan formasi tanpa penyerang murni.
Tudingan bahwa saat ini Spanyol sudah tidak garang dan lebih fokus pada pertahanan muncul. Donbass Arena bahkan sempat dipenuhi siulan setiap Spanyol memegang bola. Tapi hal tersebut langsung dibantah, meski menilai solidnya lini belakang mereka bisa jadi kunci sukses di Polandia-Ukraina.
"Kami tidak ingin hanya bertahan, kami juga ingin menyerang. Tentu saja, pertahanan kami berkembang dan itu terjadi berkat karakteristik para pemain. Kami sangat senang dengan hal tersebu dan itu akan membantu kami meraih sukses selanjutnya," jawab Del Bosque.
Dengan hasil ini berarti Spanyol menunggu pemenang antara Jerman melawan Italia yang baru akan digelar hari Kamis, 28 Juni 2012 atau Jumat dini hari WIB di National Stadium Warsawa. Laga final sendiri akan digelar pada 1 Juli 2012 di Kiev. Berhasilkan Spanyol jadi juara sejati benua Eropa? Kita tunggu saja. (sj)
Sumber
http://media.vivanews.com/thumbs2/2012/06/28/161273_timnas-spanyol-usai-menang-atas-portugal_641_452.jpg
0 komentar: