Penalaran Deduktif
Penalaran adalah proses berpikir
yang bertolak dari pengamatan indera (observasi empirik) yang menghasilkan
sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan
terbentuk suatu proposisi - proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah
proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah
proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui. Proses inilah yang disebut
menalar. Dalam penalaran, proposisi yang dijadikan dasar penyimpulan disebut
dengan premis (antesedens) dan hasil kesimpulannya disebut dengan konklusi (consequence). Untuk memperoleh
pengetahuan ilmiah dapat digunakan dua jenis penalaran, salah satunya yaitu
Penalaran Deduktif.
Penalaran
Deduktif
Adalah suatu penalaran yang berpangkal
pada suatu peristiwa umum, yang kebenarannya telah diketahui atau diyakini, dan
berakhir pada suatu kesimpulan atau pengetahuan baru yang bersifat lebih
khusus. Metode ini diawali dari pebentukan teori, hipotesis, definisi operasional,
instrumen dan operasionalisasi. Dengan kata lain, untuk memahami suatu gejala
terlebih dahulu harus memiliki konsep dan teori tentang gejala tersebut dan
selanjutnya dilakukan penelitian di lapangan. Dengan demikian konteks penalaran
deduktif tersebut, konsep dan teori merupakan kata kunci untuk memahami suatu
gejala.
Jenis penalaran deduktif :
Jenis penalaran deduktif :
Silogisme Kategorial = Silogisme yang terjadi dari
tiga proposisi.
Silogisme Hipotesis = Silogisme yang terdiri atas
premis mayor yang berproposisi konditional hipotesis.
Silogisme Akternatif = Silogisme yang terdiri atas
premis mayor berupa proposisi alternatif.
Entimen = Silogisme ini jarang ditemukan dalam
kehidupan sehari-hari, baik dalam tulisan maupun lisan. Yang dikemukakan hanya
premis minor dan simpulan
Kelemahan metode deduktif dan beberapa
hal yang tidak mungkin untuk dijalankan dengan ketat adalah metode ini memakan
waktu yang cukup lama. Karena dalam beberapa peristiwa ilmuwan harus menantikan
jawaban dari alam, untuk menunggu fenomena baru yang memperkuat dugaan
tersebut.
Contoh berpikir deduktif: Salah satu
prinsip atau hukum dalam fisika menyatakan bahwa setiap benda padat, kalau
dipanaskan akan memuai (pernyataan umum). Besi dan seng adalah benda padat
(fakta-fakta khusus). Oleh sebab itu, besi dan seng jika dipanaskan akan memuai
(kesimpulan atau pernyataan khusus).
Proses penarikan kesimpulan seperti
dalam contoh di atas dinamakan logika deduktif. Langkah deduktif harus
dilakukan dengan hati-hati karena harus mempertimbangkan kelas yang bersifat
umum.
Penarikan
kesimpulan deduktif dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Penarikan simpulan secara langsung
Simpulan secara langsung adalah penarikan simpulan yang ditarik dari satu premis. Premis yaitu prosisi tempat menarik simpulan.
Simpulan secara langsung:
Semua “S” adalah “P”. (premis)
Sebagian “P” adalah “S”. (simpulan)
Contoh: Semua manusia mempunyai rambut. (premis)
Sebagian yang mempunyai rambut adalah manusia. (simpulan)
Semua “S” adalah “P”. (premis)
Tidak satu pun “S” adalah tak “P”. (simpulan)
Contoh: Semua petir adalah bahaya. (premis)
Tidak satu pun petir adalah tidak berbahaya. (simpulan)
1. Penarikan simpulan secara langsung
Simpulan secara langsung adalah penarikan simpulan yang ditarik dari satu premis. Premis yaitu prosisi tempat menarik simpulan.
Simpulan secara langsung:
Semua “S” adalah “P”. (premis)
Sebagian “P” adalah “S”. (simpulan)
Contoh: Semua manusia mempunyai rambut. (premis)
Sebagian yang mempunyai rambut adalah manusia. (simpulan)
Semua “S” adalah “P”. (premis)
Tidak satu pun “S” adalah tak “P”. (simpulan)
Contoh: Semua petir adalah bahaya. (premis)
Tidak satu pun petir adalah tidak berbahaya. (simpulan)
Tidak satu pun “S” adalah “P”. (premis)
Semua “S” adalah tak “P”. (simpulan)
Contoh: Tidak seekor pun harimau adalah beruang.
Semua beruang adalah bukan harimau. (simpulan)
Semua “S” adalah tak “P”. (simpulan)
Contoh: Tidak seekor pun harimau adalah beruang.
Semua beruang adalah bukan harimau. (simpulan)
Semua “S” adalah “P”. (premis)
Tidak satu - pun “S” adalah tak “P”. (simpulan)
Tidak satu - pun tak “P” adalah “S”. (simpulan)
Contoh: Semua ikan adalah berekor. (premis)
Tidak satu pun ikan adalah tak berekor. (simpulan)
Tidak satupun yang tak berekor adalah kucing. (simpulan)
2. Penarikan simpulan secara tidak langsung
Tidak satu - pun “S” adalah tak “P”. (simpulan)
Tidak satu - pun tak “P” adalah “S”. (simpulan)
Contoh: Semua ikan adalah berekor. (premis)
Tidak satu pun ikan adalah tak berekor. (simpulan)
Tidak satupun yang tak berekor adalah kucing. (simpulan)
2. Penarikan simpulan secara tidak langsung
Untuk penarikan simpulan secara tidak langsung
diperlukan dua premis sebagai data. Dari dua premis tersebut akan menghasilkan
sebuah simpulan. Premis yang pertama adalah premis yang bersifat umum dan
premis yang kedua adalah premis yang bersifat khusus.
Jenis
penalaran deduksi dengan penarikan simpulan tidak langsung, yaitu:
1.
Silogisme
Silogisme adalah suatu proses penarikan kesimpulan
secara deduktif. Silogisme disusun dari dua proposi (pernyataan) dan sebuah
konklusi (kesimpulan).
Contohnya:
--
Semua manusia akan mati
Ani adalah manusia
Jadi, Ani akan mati. (simpulan)
Jadi, Ani akan mati. (simpulan)
-- Semua manusia bijaksana
Semua dosen adalah manusia
Jadi, semua dosen bijaksana. (simpulan)
Jadi, semua dosen bijaksana. (simpulan)
2.
Entimen
Entimen adalah penalaran deduksi secara tidak
langsung. Dan dapat dikatakan silogisme premisnya dihilangkan atau tidak
diucapkan karena sudah sama-sama diketahui.
Contohnya :
-- Proses
fotosintesis memerlukan sinar matahari
Pada malam hari tidak ada sinar matahari
Pada malam hari tidak mungkin ada proses fotosintesis.
Pada malam hari tidak mungkin ada proses fotosintesis.
-- Semua
ilmuwan adalah orang cerdas
Anto adalah seorang ilmuwan.
Jadi, Anto adalah orang cerdas.
Jadi,
dengan demikian silogisme dapat dijadikan entimen. Sebaliknya, entimen
juga dapat dijadikan silogisme.
Sumber :
0 komentar: